Jalan-jalan dengan Anak Patah Tulang (2)

Pemandangan dari atas puncak becici
Pemandangan dari Puncak Becici

Naik-naik ke Puncak Becici

Pagi itu mendung bergelayut, namun tak menyurutkan 
niat kami untuk jalan-jalan. Setelah sarapan, rombongan terpecah. Mbak T pergi ke asrama anaknya untuk urusan penjemputan. Sementara sisanya, rombongan 3 mobil jadinya pergi ke Puncak Becici. S berseloroh " Wis, ngko teka kono udan deres sisan, bubar jalan". Aku "menghardiknya"..."Jadi orang tu jangan skeptis, ucap yang baik-baik, biar Allah kasih yang baik-baik pula". Dia hanya meringis aja, sambil sesekali menekuri maps di HP-nya. , kami menelusuri jalanan Yogya yang pagi itu mulai hiruk pikuk.

Puncak Becici merupakan perbukitan pinus yang berada di Kabupaten Bantul. Tanjakannya cukup tajam, membuat aku menahan nafas ketika melewati jalur berkelok-kelok dan menanjak. Ada sebuah plang yang bertuliskan jalur tanjakan Cino Mati.  Wah... deg-deg an banget aku, tanjakannya tajam, mana jalannya cukup ramai waktu itu. Di kelokan-kelokan ada petugas yang berjaga-jaga. Kalau ada kendaraan yang nggak kuat nanjak mereka akan sigap membantu. Entah petugas setempat ini ada tiap hari atau karena waktu itu memang lagi rame, musim liburan. 

Susahnya liburan kalau punya anak usia sekolah tuh gini. Bisanya dolan ya waktu libur sekolah. Jadilah libur sekolah jadi peak season di tempat-tempat wisata. Mana aku kurang suka kalau lihat orang bejibun sliwar sliwer, rebutan spot, antri mau beli sesuatu atau kamar mandi. Tapi ya nikmati sajalah...lha gimana, kalau nggak libur ya nggak bisa kumpul bareng-bareng.

Sebagaimana tempat-tempat wisata lain, Puncak Becici ternyata juga full pengunjung. Sempat melihat juga orang berfoto dengan poster bertuliskan alamat di kecamatan yang sama. Kusenggol Apak "Wah, ada tetangga di sini".



Sebenarnya ini cuma bukit pinus biasa saja dengan beberapa spot foto. Bagian atas bukit sendiri, pemandangannya just so so. Namun satu yang bikin menarik bagiku adalah bisa melihat hamparan bentang alam di bawah bukit yang luas dan hijau. Tersedia juga jip-jip yang membawa wisatawan muter-muter entah ke mana. 

Main ke sini cukup menantang bagi kami, karena harus menggendong Ken naik bukit (nggak tinggi sih sebenernya, karena kan sudah sampai puncaknya). Tapi ya lumayan juga jalan agak jauh. Alhasil bergantianlah yang menggendong antara Apak dan S. Kalau aku ya kibar bendera putih jika suruh gendong. Bawa diri sendiri aja sudah berat rasanya. Hahaha.


Jika ada yang merasa prihatin melihat anakku waktu itu "duh anak kakinya sakit ubel-ubelan kayak gitu kok ya dibawa ke sana ke mari. Ortunya egois nih, maksa untuk bersenang-senang padahal anaknya sakit". Percayalah, anaknya juga bosan duduk dan tiduran di kamar terus. Pengin jalan-jalan. Selagi dirasa tidak ada hal yang membahayakan, ga pa pa lah ya bawa anak patah tulang jalan-jalan. FYI, patah tulangnya ngga yang parah banget. Alhamdulillah, cuma satu ruas jari kakinya bergeser.

Oh ya, di sekitar Puncak Becici ini banyak spot wisata lainnya yang terpisah-pisah di sebalik bukitnya, seperti hutan pinus Mangunan, dan lain lain (lupa nama-namanya).




Comments

  1. Bener banget tuh Mbak, pasti bosen lah di rumah aja.

    Sekarang aja karena Covid-19 ini banyak yang bosen karena nggak bisa kemana-mana.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tembang Dolanan Jawa

Kolam Renang Taji, Magetan

Dokter THT di Karanganyar