Mengunjungi Keraton Solo : Ken Ribet Sendiri

keraton solo


Ternyata sudah cukup lama juga aku kliwar-kliwer di Solo, belasan tahun. Meski begitu, tak juga aku mengenali setiap sudutnya. Tempat yang jadi ikon kota Solo, yaitu keraton pun belum pernah aku kunjungi, baik Keraton Kasunanan ataupun Mangkunegaran. Entahlah dari dulu sebenarnya sudah mewacanakan, tapi kok ya nggak jadi-jadi. Padahal nih lewat depannya sudah nggak keitung lagi. Malah pas jaman kerja itu hampir tiap hari lewat pelatarannya Keraton Kasunanan, tapi ya nggak bisa mampir, pulangnya saja sudah sore banget. Pernah juga waktu itu sama Apak dan Ken berniat banget mau mampir, tapi ndelalah kok sampai pintu masuknya lagi direnovasi. Gagal deh ...  Awal tahun ini Alhamdulillah aku berhasil mengunjungi Keraton Kasunanan Solo, ceritanya bagaimana??

Ceritanya, Mbak Siti lagi mau ke rumah mbah Ngawi, transit di Solo. Terus ngajak jalan-jalan dulu sebelum lanjut ke Ngawi....ya hayuuuk lah. Kami janjian ketemu di Gladag. Eh ternyata, nyampai Gladag duluan aku malah. Ketika gapyuk ketemu, pertama yang diprotes adalah ongkos BST Solo, "Lhah, kenapa aku ditarik ongkos 20 rb, sementara yang lain 4.5 rb?" rentetan protes tumpah ruah....Pantas sajalah ia protes, karena aku bilang, naik BST ongkosnya cuma 4.5 rb. Eh, aku lupa kalau penumpang BST dari dan ke bandara itu memang tarifnya beda, 20 rb haha...maapppp.

Setelah numpang sarapan di kantin sebuah instansi di Gladag, kita lanjut naik becak. Ken seneng banget, "seejuuukkkk" katanya.... alias semriwing. Dari Gladag, ke selatan, lewat alun-alun utara, terus nyampai deh Keraton Kasunanan Surakarta. Habis beli tiket, yang per orang 10 ribu (balita nggak dihitung) kami masih harus nunggu sebentar, karena gerbangnya buka jam 9. Di situ ada tawaran mau pakai pemandu nggak, kami memutuskan nggak usah pakai.

Nunggu pintu biru itu dibuka

Begitu melewati pintu masuk, kita akan mendapati bangunan-bangunan panjang. Kayak sekolahan SMP ku dulu gitu, memanjang dengan emperan. Tetapi ini bangunannya tinggi-tinggi. Lalu masuk ke sebuah pintu lagi, dicegat sama bapak-bapak petugas. "Mbak-nya yang ini sama adiknya, sandalnya mohon dilepas!" Bapak itu menunjuk aku sama Ken. "Haaaa, !" agak tercengang, kenapa cuma kami berdua? Ternyata masuk ke area dalam tidak boleh memakai sandal, sementara Mbak Siti sama Mas G boleh tetap pakai karena alas kaki mereka yang model ada selempangnya di belakang. Hmmm ....ternyata beda selempang beda nasib ini hihi.

Sambil nitipin sandal sama tas besar, iseng aku nanya (gara-gara lihat tulisan di loket tiket masuk - ijin ambil gambar bayar 3 ribuan-).
Aku.       : "Emang ngga boleh foto-foto di dalam, Pak?"
Petugas: Boleh, mbak.
Aku.       : Kok di depan ada tulisan ijin ambil gambar.
Petugas: Lha kalau cuma foto-foto boleh, tapi kalau ambil gambar nggak         boleh. Kan di dalem banyak tuh gambar-gambar, nah itu nggak boleh diambil.

 Haha....bapake malah mbanyol.


Di pekarangan dalam, kami melihat seorang abdi dalem perempuan berpakaian kemben jarik membawa dupa dan menaruh takir isi bunga di satu tempat. Melihatnya, aku langsung membayangkan suasana jaman dulu, mbok emban wira-wiri, pangeran-pangeran duduk di teras menikmati pagi hihi.  Eh, aku lihat serombongan pengunjung lain pada cekeran juga, ahaaa nggak aku thok ternyata. Di area ini tak banyak yang bisa dilihat, kita cuma boleh di area halaman yang teduh oleh pohon-pohon besar. Ada bangunan menara, dan juga (sepertinya) bangunan utama yang berdinding kaca dan luarnya dihiasi patung-patung gaya eropa. Sayang nggak bisa deket-deket apalagi nginguk dalamnya, padahal ya pengin tahu rumahnya raja gitu.

Lihat...kami nyeker

Karena cuma mondar-mandir di halaman, jadi dua krucil ini bete akut. Ah kalian ini! Yang mas G ngamuk maminya, dia protes kenapa tadi nggak pakai pemandu saja, jadi bisa diceritain macem-macem. Giliran ditawarin pakai pemandu, gak usah, udah telat, katanya. Hadeehh. Sementara Ken, juga ngringik-ngringik, minta gendong. Katanya "Aduh... Aku kesel...,sikilku kaya piye ngono, arep ceklek!",.,,biyuuuuuh, emak-emak rempong kita jadinya, sibuk menentramkan anak sendiri-sendiri. Di situ aku merasa syeediihhh..,, karena jadi gak sempet foto-foto, cuma ada beberapa foto yang diambil mbak Siti. Ken jadi antusias ketika aku ceritain tentang menara, meski ceritanya agak absurd hehe.

Aku sendiri juga bertanya-tanya masak kita cuma di halaman saja nggak lihat apa-apa lagi? Untunglah ketika jalan keluar kami melihat papan nama "museum" (tadi pas masuk nggak lihat). Ternyata bangunan-bangunan panjang yang pertama kami temui tadi difungsikan sebagai museum. Di situ Mas G jadi lumayan gembira dan antusias melihat-lihat. Museumnya berisi silsilah kerajaan, barang-barang peninggalan kerajaan jaman dulu, kayak kursi, kereta, senjata dll. Ada juga lukisan dua dimensi, tiga dimensi juga ada ding. Di sinilah terasa beratnya jalan tanpa Apak.... Karena Ken nggak mau jalan sendiri, minta gendong terus, mana aku mulai kepayahan....lalu kupaksa dia digendong budhenya... Nangislah dia..gembar-gembor wkwkwk....sampe mbah-mbah yang jaga di dalam museum ikut ngeneng-ngeneng. Lama-lama juga dia diem sendiri..huufft.




Ketika menghampiri sebuah kotak kaca tempat display dalang dan wayang, agak sedih juga rasanya. Sudah usang dan kotor. Mungkin buatnya sudah lama, dan kotak kacanya nggak pernah dibuka kali. Lanjut ke bangunan berikutnya di sisi timur, berisi benda-benda, seperti kereta, tandu, meriam. Nggak kebayang kerja kerasnya para abdi/prajurit zaman dahulu, yang bertugas nderekne putri raja naik tandu, uhh ngangkatnya pasti berat banget. Secara tandunya pakai kayu yang gedhe-gedhe.

Kereta keraton

Terdapat juga sebuah dayung kuno yang gedhenya minta ampun, entah perahunya seberapa besar dan berapa orang yang bertugas mendayung, secara itu dayung macam dari satu pohon utuh yang ujungnya dibentuk melebar. Lagi-lagi terbukti orang zaman dahulu kerja fisiknya keras sekali ya. 

Sesekali kami dilewati wisatawan lain sama pemandunya, dan kami ikut nguping penjelasannya... Haa nebengers.... Setelah lihat bekas meriam, selesai sudah perjalanan kami. Aku ambil sandalku lagi, eh ternyata suruh bayar seikhlasnya....dua detik pertama aku kaget, hah bayaar?! Tapi terus lihat bapaknya sudah tua gitu,.,jadi kasihan,,kuulurkan 5 ribu. Di luar ternyata mas G lagi pilih-pilih blangkon... Ken aku tawari nggak mau. Mas G kemudian dengan pede memakai blangkon itu di sepanjang perjalanan kami kemudian, termasuk ketika naik BST.

Begitulah kunjungan kami ke Keraton Solo, tapi masih belum puas. Belum lihat dan foto-foto dari sisi depan. Jadi pintu masuknya wisatawan kan dari samping sebelah timur. Waktu itu naik becak langsung di drop di pintu masuk, mau jalan ke depan males, harus gendong-gendong si bocah Kenyil ini.

Comments

  1. aku pernah kesini Mba, dan ngga pake pemandu. tapi sepertinya memang lebih baik pake pemandu deh..

    betewe, ke Mangkunegaran juga ngga? lebih bersih menurutku. disana ada tempat yang harus lepas alas kaki juga, tapi karena bersih jadi ya seneng-seneng aja. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau di Mangkunegaran kan mau tidak mau harus pakai pemandu mbak Arin tapi mereka itu tahu antara wisatawan kere sama tajir, kalau yg tampang kere kayak kami dikasih pemandu anak magang soalnya mesti tipsnya nggak banyak juga kan. Wah ngece banget..!

      Delete
    2. Blm pernah aku ke Mangkunegaran, semoga kapan2 bisa ke sana

      Delete
  2. Btw di sebelah mana ada yang jual blangkon mbak Na? Duh apa aku harus ke sana lagi ya nyari blangkon, hahahha.. jadi Mbak Na dan Ken ini termasuk wisatawan yg suka jalan-jalan pake sandal?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu disebelah loket tiket mbak. Hihi emang iya, suka pakai sendal, gampang nyopotnya gituu hehe

      Delete
  3. Wahhh sala kenalll.. Kalo aku ke solo ketemuan ya mba

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal mbak Ruli....ditunggu di Solo yaaa

      Delete
  4. Aku uda pernah kesini yang lucu itu pas foto di kereta keraton kan ada bapak2 penjaga yang berpakaian beskap. Blio ga ngomong tapi isyarat tubuhnya bilang silahkan saya foto anda bergaya. Y udahlah aku dan teman foto2 pas udahannya kami pergi tapi dicegat blio minta uang :D

    ReplyDelete
  5. kemarin beritanya kok baru ada masalah bener gak ya hehe
    ,,terakhir ke sini 2 tahun yg lalu kyky saya :D, malah jadi kangen


    komen back kak

    ReplyDelete
  6. kalau ke solo saya lbh seneng ke mangkunagaran. Tempatnya lebih adem dan bersih.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tembang Dolanan Jawa

Kolam Renang Taji, Magetan

Dokter THT di Karanganyar