Jatah Beras untuk Lik Suratun
Menurut cerita ibuku, sebenernya Lik S aslinya orang kampung kami juga, tetapi semenjak punya suami terus pindah ke tempat suaminya yang masih satu kecamatan juga sih, tetapi jaraknya lumayan jauh dari kampung kami, nun di bawah Gunung Lawu sana. Entah aku yang lupa, atau memang belum diceritain ibuku, sampai sekarang aku ngga tahu kapan Lik S mulai mengalami gangguan jiwa, dan apakah sekarang masih bersuami apa tidak. Sepanjang pengingatanku dari kecil, beliau sudah mengalami gangguan kejiwaan. Meski begitu aku ingat betul ibuku pernah cerita bahwa mereka itu teman sekolah SD dan Lik S orangnya cukup pintar di kelas, dalam artian bisa ngikutin pelajaran di kelas dan tulisannya rapi dan bagus.
Bertahun-tahun Lik S mempunyai kebiasaan meminta beras seikhlasnya. Sebulan sekali pasti berkunjung ke rumah sekitar pukul 9 atau 10 pagi, dan dateng- dateng langsung ngelesot gitu aja di teras samping. Memang waktu itu kalau pagi gak ada orang di rumah, jadi Lik S bakal nungguin sampai ibu pulang, sekitar waktu Dhuhur. Lalu itu semua jadi kebiasaan. Meskipun pas di rumah ada orang, dan udah diambilin beras untuknya, tapi maunya nunggu ibu pulang dulu.
Masalah gangguan kejiwaan Lik S terlihat ketika ngobrol. Biasanya beliau akan menunggui ibu masak makan siang sambil ngobrol ngalor ngidul. Obrolannya sering ngga nyambung dan Lik S senang ketawa-ketiwi. Tetapi ibu suka nanya-nanya dan kadang menasehatinya. Anggota keluarga lain, termasuk aku sering ikut juga mengajak bicara. Aku terutama, kadang merasa curious terhadap bagaimana kehidupannya dan bagaimana cara berpikirnya sebagai seorang dengan gangguan kejiwaan. Jadi aku sering tuh mengajaknya ngobrol. Sering ibu minta pijit juga, dan kadang Lik S mau kadang juga gak mau. Kalau mau mijit, biasanya ibu akan memberi tambahan uang, selain jatah berasnya.
Orang kampung kami sudah paham semua jika Lik S menderita gangguan kejiwaan, dan tidak ada orang yang mengolok-oloknya. Meskipun kalau diajak ngomong ga nyambung, tetapi banyak juga yang menyapanya kalau papasan di jalan, atau sekedar bilang "mampir!" Orang-orang berlaku biasa dan tidak takut mungkin karena memang Lik S berlaku seperti orang normal, cuma bicaranya saja yang tidak nyambung.
Kini Lik S tak pernah muncul lagi, entah kenapa tak ada yang tahu. Apakah karena sudah makin tua sehingga tak sanggup lagi bepergian jauh. Kata ibu sudah sekitar 4 tahunan Lik S tidak ke rumah. Pernah ibu ketemu sama tukang sayur yang katanya sekampung sama Lik S. Kata tukang sayur, Lik S bekerja bantu-bantu masak di tetangganya. Semoga saja Lik S selalu dikaruniai kesehatan dan dimudahkan untuk mendapatkan rejekinya, karena ia tak punya anak, dan entah suaminya masih ada atau tidak.
Menghadapi orang dengan gangguan kejiwaan memang tak bisa dibilang mudah. Kalau orangnya seperti Lik S memang relatif lebih mudah, yang penting perlakukan dengan biasa saja. Untuk yang mengalami gangguan lebih berat, perlakuannya harus lebih hati-hati, dalam artian kita jangan mengganggunya atau mengolok-oloknya. Prinsipnya sama juga sih, kita harus berlaku sopan kepada semua orang.
“Tulisan ini diikutkan dalam Giveaway Aku dan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang diselenggarakan oleh Liza Fathia dan Si Tunis "
Hemm, banyak cerita seperti beliau. Alhamdulillah ya Mak kalo lingkungan sekitar memaklumi keadaannya dan tidak mengolok2nya.
ReplyDeleteIya mak, ODGJ biasanya tuh sensitif jd jangan sampai diolok2
Deleteintinya kita harus berprilaku sopan pada setiap orang ya mbak
ReplyDeleteIya betull
DeleteSetuju dengan paragraf terakhir.. Menghadapi ODGJ gak mudah. Aku juga punya teman yang ODGJ tapi ya ampun..... orangnya nyolot banget, suka marah-marah :(
ReplyDeleteIya mak, kebanyakan emang gampang esmosi... Jadi ga mudah jg menghadapinya.
Deletetapi bagusnya lik S msh bisa bersosialisasi dan bersih.. biasanya kan ada yg dekil dan gak mau ketemu org
ReplyDeleteIya, masih bisa mak. Omongannya yang ga nyambung.
Deletesemoga Lik S selalu sehat,amin..
ReplyDeleteAminn.
Delete